Mengontrol Kabupaten/Kota Lewat Suara EGA
Smart city ,Berita Kunjungan
Ketika manusia modern semakin disibukkan dengan beragam aktivitas, maka berkembangnya teknologi harus dimanfaatkan secara optimal tanpa kata “tapi”. Lihat saja bagaimana pimpinan daerah harus mengatur wilayah mereka yang luasnya tidak selebar daun kelor, atau mengatur warganya yang jumlahnya tidak bisa dihitung jari. Pasti, sebagai pemimpin mereka harus punya lebih banyak “indera" dan “mobilitas” dalam satu waktu yang sama.
Mungkin dulu hanya sebatas khayalan film Sci-Fi jika berbicara tentang pimpinan yang memantau daerahnya di satu ruangan dan hanya menggunakan suara untuk memberikan perintah. Namun, faktanya memang inilah yang terjadi sekarang. Bukan hanya sekadar latar sebuah film.
Di abad ke-21 ini, kehidupan manusia sangat bergantung pada teknologi dan internet. Keduanya menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar orang. Dalam prosesnya, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kemudian muncul untuk semakin mempermudah hubungan antara manusia dan teknologi yang ada.
Pasti tidak asing dengan Siri besutan Apple, Google Assistant di Android, atau Cortana di Microsoft bukan? Kehadiran mereka cukup membantu user untuk mendapatkan kemudahan jangkauan sekalipun harus melakukan banyak pekerjaan. Pengguna cukup menggunakan suara mereka untuk memberikan perintah dan sistem akan menerima lalu menjalankan perintah itu.
Terdengar mudah kan? Bagaimana jika hal itu kemudian diadopsi dalam command center atau pusat kontrol? Selama ini command center digaungkan seiring dengan Smart City yang terus digelorakan di Indonesia.
Sudah seharusnya bukan kemewahan yang ditonjolkan, melainkan fitur yang mempermudah integrasi yang diperlihatkan. Tetapi dengan syarat, aktivitas dalam command center bukan hanya sebagai ruang untuk berfoto bersama ketika ada tamu, kemudian dimatikan ketika tamu pulang.
Berkaca dari situlah, PT Enygma Solusi Negeri melihat peluang dari kesibukan seorang pemimpin dan perkembangan teknologi yang ada. Asisten Virtual AI yang mereka kembangkan dengan nama EGA (Enygma’s Guidance Assistant) terus diperkenalkan.
Hal itu diungkapkan oleh Ismi Juwita Rani, Chief Marketing Officer PT Enygma Solusi Negeri, yang mengatakan bahwa pengembangan EGA ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan keyboard dan mouse. Sehingga, pengguna EGA tidak perlu lagi mengetik untuk memberikan perintah pada sistem.
Di fitur EGA ini, Bahasa Indonesia menjadi bahasa utama yang terus disempurnakan. Pasalnya, Indonesia dengan beragam suku, budaya, dan bahasa daerah memiliki dialek yang berbeda-beda. Dengan ribuan dialek itu EGA harus bisa mengenali suara yang memberikan perintah agar bisa memberikan feedback dengan sempurna.Sementara itu, penggunaan bahasa asing tetap bisa dilakukan untuk memberikan perintah pada EGA.
“EGA akan mengurangi penggunaan keyboard dan mouse, sehingga dalam implementasinya nanti, dapat menciptakan efisiensi waktu dan meminimalisir kesalahan,” kata Ismi.
Sama halnya dengan virtual assistant, EGA pun juga akan mengenali kata kunci pemberi perintah sebagai bentuk permintaan kepada EGA. Dalam database, AI akan membandingkan permintaan yang dibuat dengan permintaan lain untuk mencoba menemukan keluaran yang benar.
EGA sendiri adalah fitur yang dikembangkan setelah Enygma menggunakan EDM (Enygma’s Data Mashing), dimana para penggunanya cukup menempelkan sebuah kartu untuk mencari data yang diperlukan. Konsep minim penggunaan keyboard dan mouse ini memang telah diperkenalkan sejak beberapa tahun terakhir ini.
Dr. Ir. Endroyono, DEA, akademisi asal Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, merasa tertarik dengan pengembangan dari Intelligent Operations Platform (IOP) yang menjadi bagian dari pembangunan Smart City.
Saat menyambangi command center yang berada di Living Lab Enygma di Kota Malang, Jumat (23/12/2022), Endroyono merasa bahwa ketika berbicara masa depan maka harus mampu berpikir selangkah di depan orang-orang pada umumnya.
Ia pun mengulas bagaimana e-commerce sebenarnya sudah ditemukan pada tahun 1980-an. Padahal, pada waktu itu teknologi belum secanggih sekarang. Manusia pun pada waktu itu juga belum banyak melakukan transaksi secara daring.
Namun, siapa sangka di abad ke-21 saat ini, e-commerce justru banyak bermunculan dan saling berlomba-lomba untuk merebut hati para konsumennya. Hal ini sama dengan fitur EGA yang diperkenalkan oleh Enygma. Dengan pengembangan yang terus dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan EGA bisa diandalkan di masa depan.
Dalam kunjungannya untuk diskusi kurikulum Diseminasi Teknologi Masa Depan tersebut, Endroyono mengatakan bahwa memang harus ada sebuah percontohan agar meningkatkan kesadaran bahwa teknologi ada untuk mempermudah.
Erick Karya, Direktur PT Enygma Solusi Negeri sepakat bahwa teknologi ada untuk mempermudah pekerjaan. Apalagi, ketika berbicara tentang Smart City yang merupakan area peradaban beberapa pengumpul data seperti sensor IoT, informasi warga, dan instrumen lainnya.
Hal itu sama saja dengan menaruh mata, hidung, telinga, dan juga tangan untuk mengontrol sebuah kota. Sehingga, pemimpin dapat berinteraksi dan merespon langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah dengan tepat dan cepat.